Bareskrim Polri Usut Kasus Korupsi Pengadaan Pabrik Gula PT Perkebunan Nusantara XI
JAKARTA, GAKORPAN.com – Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri sedang mengusut kasus tindak pidana korupsi terkait proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI yang terintegrasi dengan Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) pada 2016.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa mengatakan bahwa proyek pengembangan dan modernisasi ini telah direncanakan sejak 2014. Proyek ini merupakan tindak lanjut dari program strategis BUMN yang didanai oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dialokasikan dalam APBN-P 2015 dengan nilai kontrak proyek pengadaan tersebut sebesar Rp 871 miliar.
“Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN didanai oleh PMN (Penyertaan Modal Negara) yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015,” kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/8/2024).
Arief menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan adanya pelanggaran hukum dalam proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, serta pembayaran yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini mengakibatkan proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara.
Menurutnya, dugaan penyimpangan itu mengakibatkan proyek sampai saat ini mangkrak dan uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.
“Penyidik pun sudah mengirimkan surat ke BPK untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka,” ucap Arief.
Beberapa fakta penyidikan kasus ini meliputi anggaran yang kurang dan tidak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak hingga kontrak ditandatangani. Selain itu, Direktur Utama PTPN XI inisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT telah merencanakan dan berkomunikasi intens untuk meloloskan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia proyek konstruksi tersebut.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT juga meminta panitia lelang untuk membuka lelang meskipun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) masih dalam proses review oleh tim konsultan PMC.
“Panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya satu, PT WIKA yang memenuhi syarat. Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus,” kata Arief.
“Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri,” sambungnya.
Kontrak perjanjian juga diubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat (RKS) dengan menambahkan uang muka 20 persen dan pembayaran letter of credit (LC) ke rekening luar negeri.
Tahapan pembayaran procurement juga diduga menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses Good Corporate Governance (GCG).
Menurut Arief, kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera karena kontrak masih dikaji dari 23 Desember 2016 hingga Maret 2017.
“Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar,” ucap Arief.
(PITERPAN)