Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan akan mewajibkan seluruh kantor pusat perusahaan sawit untuk berada di Indonesia.

Gakorpan.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan mewajibkan seluruh kantor pusat perusahaan sawit untuk berada di Indonesia. Langkah ini agar proses pengawasan bisa dilakukan dengan baik dan perusahaan tersebut juga membayar pajak ke Indonesia.

Menurut Luhut, masih banyak perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri sehingga menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak. “Saya lapor Presiden, ‘Pak, headquater-nya (kantor pusat) harus semua pindah ke sini’,” katanya dikutip dari Antara, Jumat (27/5/2022).

Luhut menjelaskan, dengan banyaknya perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak.

“Bayangkan dia punya 300-500 ribu (hektare), headquarter-nya di luar negeri, dia bayar pajaknya di luar negeri. Not gonna happen. You have to move your headquarter to Indonesia. (Tidak boleh. Kamu harus pindahkan kantor pusatmu ke Indonesia),” tegasnya.

Selain itu, Menko Luhut juga akan melakukan audit terhadap perusahaan minyak kelapa sawit. Luhut mengaku telah diminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah minyak goreng di Jawa dan Bali.

“Begitu Presiden minta saya manage minyak goreng, orang pikir hanya minyak goreng. Tidak. Saya langsung ke hulunya. Anda sudah baca di media, semua kelapa sawit itu harus kita audit,” katanya dalam seminar nasional Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) secara daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Menurut Luhut, audit dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bisnis sawit yang ada. Hal itu meliputi luasan kebun, produksi hingga kantor pusatnya.

Luhut menilai masalah minyak goreng bukan sekadar siapa yang menangani. Yang terpenting, menurut dia, adalah tujuan utama penyelesaian masalah tersebut, yaitu agar pasokan dan harganya bisa kembali dijangkau masyarakat.

“Itu yang penting dipikirkan. Bukan hanya sekadar siapa yang nanganin, si itu nanganin. Mau siapa kek yang nanganin, yang penting beres. Buat saya, ingat itu, berpegang teguh pada tujuan,” pungkas Luhut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mendapat tugas baru untuk mengatasi minyak goreng dari Presiden RI Joko Wudodo (Jokowi).

Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyebut, LBP diprediksi tidak akan mampu membawa minyak goreng curah ke level Rp 11,500 sebagaimana harga eceran tertinggi di awal Februari 2022 lalu.

Achmad membeberkan dua alasan LBP tidak akan mampu mengatasi harga minyak goreng kembali ke level Rp 11,500.

Alasan pertama adalah LBP tidak independen dari para pengusaha minyak nabati tersebut.

Beberapa tersangka kejagung seperti Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) SM, dan General Manager di Bagian General Affair PT. Musim Mas PTS diakui memiliki kedekatan khusus dengan LBP, menurut Achmad.

Seluruh ketiga tersangka disebutkan di media sosial memiliki hubungan khusus dengan LBP khususnya saudara MPT, Komisaris Wilmar yang kabarnya memiliki kursi khusus di kantor kemenko Marves, ujar Achmad.

Lebih lanjut, dia menyebut, ketidakindependenan LBP menyebabkan LBP juga akan mempertimbangan kepentingan dan keuntungan para pengusaha sawit sehingga tidak mungkin minyak goreng curah kembali ke level 11,500 seperti pada Februari 2022 lalu.

Sebagai informasi, pengusaha sawit menginginkan harga berada di level sekarang yakni minyak goreng curah sekitar Rp16,900 dan kemasan sekitar Rp24-25 ribu per liter.

Bila LBP independen maka sangat mungkin menggunakan unsur “sanction” kepada pengusaha sawit tersebut demi kepentingan publik banyak. Pertanyaan utamanya apakah LBP bisa mengabaikan para pengusaha tersebut?

Alasan kedua adalah rantai distribusi minyak goreng terlalu kompleks untuk disimplifikasi.

Para distributor minyak goreng senang menjual minyak coreng dengan harga tinggi sehingga para distributor enggan menjualnya ke pasar curah dan lebih memilih ke pasar kemasan dan premium.

Oleh karena itu, Achmad berpendapat, pendekatan pasar tidak akan berhasil karena terdapat market failure sehingga pemerintah harus melakukan intervention (campur tangan) terhadap market failure tersebut.

Ada tiga langkah yang menurutnya, perlu dilakukan LBP bila ingin berhasil.

Yaitu, LBP dan Pemerintah akan berhasil kembalikan migor ke level Rp. 11,500 manakala menugaskan BUMN untuk menjadi produsen minyak goreng sehingga akan membawa harga minyak goreng ke level yang diinginkan oleh pemerintah tersebut.

Selama produsen minyak goreng terbesar dimiliki oleh swasta, selama itu pula minyak goreng tidak akan berhasil ke level 11,500 sebagaimana yang diinginkan oleh Pemerintah.

Langkah kedua berikutnya adalah memberikan tugas Badan Pangan Nasional untuk memasukan komoditas minyak goreng sebagai komoditas pantauannya sehingga BPN (Badan Pangan Nasional) memiliki minyak goreng sebagai storage (cadangan) yang akan dikeluarkan manakala harganya sudah melampaui harga yang ditetapkan.

Langkah ketiga adalah secara berlahan memberlakukan satu harga dasar untuk migor sehingga harga dipasaran dibedakan dari cangkangnya saja (kemasannya premiun atau kemasan curah) bukan dari isi migornya.

Dijelaskan Achmad, jenisnMigor baik curah maupun kemasan harus sama yaitu minyak goreng dengan kualitas standar yang memiliki harga yang sama. Saat ini sangat beda dimana minyak goreng curah kualitas isi migornya adalah tipe grade bawah dibandingkan migor kemasan di supermarket.

Patut dingat bahwa ketiga langkah tersebut akan berhasil manakala pemerintah menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan oligarki. Berani menempatkan harga terbaik untuk kebaikan publik bukan sekedar keuntungan pebisnis produsen minyak goreng, demikian komentar Achmad.

(Red)

Rekomendasi Berita

Back to top button