Paus Fransiskus Disemayamkan di Basilika Santo Petrus: Ribuan Umat Memberikan Penghormatan Terakhir

Vatikan, 23 April 2025 — Suasana duka menyelimuti Takhta Suci Vatikan dan seluruh dunia Katolik setelah wafatnya Paus Fransiskus, pemimpin spiritual bagi lebih dari 1,3 miliar umat Katolik di seluruh dunia. Paus Fransiskus, yang memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio, menghembuskan napas terakhirnya pada Senin, 21 April 2025, di usia 88 tahun.
Ia mengembuskan napas terakhirnya di kediamannya di Domus Sanctae Marthae, Vatikan, setelah mengalami stroke parah yang diikuti oleh koma dan akhirnya kegagalan jantung total yang tidak bisa dipulihkan.
Paus Fransiskus terpilih sebagai pemimpin Gereja Katolik pada tahun 2013, menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri. Ia menjadi Paus pertama yang berasal dari Amerika Latin dan juga Jesuit pertama yang menjabat sebagai Paus.
Kepemimpinannya dikenal luas karena pendekatan yang penuh kasih, inklusif, serta fokus pada isu-isu sosial seperti kemiskinan, perubahan iklim, pengungsi, dan reformasi Gereja.
Selama lebih dari satu dekade kepemimpinannya, ia dikenal sebagai pemimpin yang merakyat—sering kali menolak kemewahan dan lebih memilih berjalan kaki atau menggunakan kendaraan sederhana. Kesederhanaannya ini membuatnya dicintai, tidak hanya oleh umat Katolik, tetapi juga oleh banyak pihak lintas agama dan budaya.
Disemayamkan di Basilika Santo Petrus
Jenazah Paus Fransiskus mulai disemayamkan di Basilika Santo Petrus sejak Rabu pagi, 23 April 2025. Disemayamkannya beliau di basilika megah tersebut memberikan kesempatan kepada jutaan umat Katolik dari seluruh dunia untuk memberikan penghormatan terakhir.
Ribuan peziarah tampak memadati area Lapangan Santo Petrus sejak dini hari, meski harus menunggu berjam-jam dalam antrean yang panjang dan penuh ketenangan.
Peti jenazah Paus Fransiskus diletakkan di tengah-tengah basilika, di bawah kubah utama yang dirancang oleh Michelangelo. Dikelilingi oleh lilin dan bunga-bunga putih, suasana terasa penuh haru. Doa Rosario dan kidung pujian terdengar mengalun dari pengeras suara, menciptakan atmosfer spiritual yang mendalam.
Prosesi Pemakaman dan Rangkaian Upacara
Upacara pemakaman resmi akan dilangsungkan pada hari Sabtu, 26 April 2025, pukul 10.00 pagi waktu Roma, dan dipimpin oleh Dekan Dewan Kardinal, Kardinal Giovanni Battista Re. Misa Requiem tersebut diperkirakan akan dihadiri oleh para pemimpin dunia, tokoh agama, serta jutaan umat yang akan menyaksikannya melalui siaran televisi dan daring.
Sesuai dengan keinginan pribadinya yang disampaikan beberapa tahun lalu, Paus Fransiskus akan dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, salah satu dari empat basilika utama di Roma yang memiliki nilai spiritual tinggi baginya. Ia dikenal sering mengunjungi tempat tersebut untuk berdoa sebelum dan sesudah setiap perjalanan apostolik.
Penghormatan dari Seluruh Dunia
Ucapan belasungkawa dan penghormatan mengalir deras dari berbagai penjuru dunia. Presiden Argentina, kampung halamannya, menyebut Paus Fransiskus sebagai “kebanggaan bangsa dan suara kaum tertindas.” Presiden Amerika Serikat menyampaikan pujian atas “komitmen Fransiskus terhadap keadilan sosial dan perdamaian global.”
Selain itu, para pemimpin dari berbagai agama seperti Islam, Yahudi, Buddha, dan Hindu juga menyampaikan penghormatan atas dedikasi beliau terhadap dialog antaragama dan perdamaian lintas iman.
Di kota-kota besar seperti Buenos Aires, Manila, Manila, dan Kinshasa, umat Katolik mengadakan misa dan doa bersama sebagai bentuk penghormatan. Banyak gereja bahkan membunyikan lonceng serentak sebagai simbol duka dan penghormatan atas kepergian sang pemimpin rohani.
Kenangan Terakhir dan Warisan Abadi
Menurut laporan resmi Vatikan, kata-kata terakhir Paus Fransiskus yang sempat didengar oleh perawat pribadinya, Massimiliano Strappetti, adalah “terima kasih.” Dua kata sederhana yang menggambarkan kerendahan hati dan semangat syukur yang menjadi ciri khas beliau selama hidup.
Paus Fransiskus akan dikenang sebagai pemimpin yang membuka pintu Gereja bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang atau status sosial. Ia memperjuangkan Gereja yang tidak hanya berpihak pada dogma, tetapi juga pada cinta kasih dan keberpihakan pada kaum miskin dan tertindas.
Dengan wafatnya Paus Fransiskus, Gereja Katolik memasuki masa sede vacante, yaitu masa kekosongan Takhta Suci. Dewan Kardinal akan segera berkumpul dalam konklaf untuk memilih pemimpin baru yang akan melanjutkan misi Gereja di tengah tantangan dunia modern.
Suasana Khidmat dan Penuh Doa
Prosesi pemindahan jenazah dari kediamannya di Domus Sanctae Marthae ke Basilika Santo Petrus dilakukan secara tertutup pada dini hari, namun tetap penuh makna dan khidmat. Para imam, biarawan, dan anggota Garda Swiss Vatikan mengiringi prosesi ini dengan langkah pelan, sementara nyanyian rohani menggema lembut di sepanjang koridor Vatikan. Suara lonceng basilika berdentang 88 kali, melambangkan usia Paus Fransiskus saat wafat.
Setibanya di basilika, peti jenazah diletakkan di tengah-tengah altar utama, tepat di bawah kubah Santo Petrus yang menjadi lambang kekekalan Gereja. Dikelilingi oleh ratusan lilin dan hiasan bunga putih serta ungu—warna liturgis duka dan pengharapan—suasana basilika tampak begitu hening dan penuh kekhusyukan. Di samping peti, berdiri salib besar dan kitab suci terbuka, sebagai simbol kehidupan dan pelayanan Paus yang senantiasa bersandar pada iman dan Injil.
Ribuan Peziarah Mengalir Tanpa Henti
Mulai pukul 07.00 pagi waktu setempat, pintu basilika dibuka untuk umum. Ribuan umat Katolik dari berbagai negara mulai berdatangan, sebagian besar mengenakan pakaian hitam dan membawa rosario di tangan. Mereka datang tidak hanya untuk melihat jenazah sang Paus, tetapi juga untuk mendoakan dan mengucapkan selamat jalan kepada sosok yang telah menyentuh kehidupan mereka selama lebih dari satu dekade.
Antrean panjang membentang dari Lapangan Santo Petrus hingga ke Via della Conciliazione. Banyak di antara peziarah yang datang sambil menangis, mencium tangan patung-patung para santo, atau duduk bersimpuh dalam doa. Beberapa membawa potret Paus Fransiskus, sementara yang lain menyanyikan “Ave Maria” dan “Salve Regina” dengan lirih. Sekolah-sekolah Katolik dari Italia bahkan mengirimkan delegasi siswanya untuk memberikan bunga dan surat doa kepada sang Paus.
Pengamanan dan Protokol Khusus
Vatikan menerapkan protokol keamanan ketat selama prosesi disemayamkan berlangsung. Garda Swiss dan Gendarmerie Vatikan bekerja sama dengan kepolisian Italia untuk memastikan kelancaran dan keamanan acara. Jalur khusus disediakan untuk lansia dan penyandang disabilitas yang ingin memberikan penghormatan terakhir.
Uskup-uskup dan kardinal dari berbagai keuskupan dijadwalkan memimpin doa bergilir selama tiga hari itu, termasuk ibadat malam dan adorasi Ekaristi yang dibuka untuk umum. Tidak hanya umat Katolik, sejumlah tokoh antaragama pun diizinkan masuk basilika sebagai tanda penghormatan universal terhadap sosok Paus Fransiskus yang dikenal terbuka dan penuh welas asih.
Simbol Kepemimpinan dan Warisan Spiritualitas
Peti jenazah Paus Fransiskus dibuat dari kayu cemara, sederhana namun kuat, melambangkan kesederhanaan hidup yang beliau contohkan selama pontifikalnya. Di atas peti diletakkan simbol kepausan: palium, Evangeliarium (kitab Injil), serta medali-medali kepausan yang merekam tonggak sejarah pelayanannya sejak 2013.
Pemandangan ini menjadi pengingat akan warisan spiritual yang ditinggalkan oleh Fransiskus—seorang pemimpin yang tak pernah lelah mengajak dunia untuk kembali kepada nilai-nilai Injil: cinta, pengampunan, dan keadilan sosial.
( Maruli )