Wartawan Harus Tegas, Tak Perlu ‘Mengemis’ Akses ke Pejabat!

GAKORPAN NEWS PEKANBARU – Direktur Utama Lembaga Pendidikan Wartawan Pekanbaru Journalist Center (PJC), Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., MT. BNSP., C.PCT, menegaskan bahwa wartawan sebagai ujung tombak demokrasi tidak perlu “merendahkan martabat” dengan memaksakan silaturahmi ke pejabat. Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi terbuka bersama puluhan wartawan anggota Grup WhatsApp Korem 031/Wira Bima di Kafe ‘Kopi Dari Hati’, Jalan Pasir Putih, Kampar, Rabu (23/4/2025).

“Tugas utama wartawan adalah memburu informasi, bukan mengemis konfirmasi,” tegas Wahyudi, mengkritik fenomena wartawan yang terjebak pada ritual seremonial instansi. Menurutnya, independensi dan kepatuhan pada Kode Etik Jurnalistik Indonesia (KEJ) harus menjadi kompas utama, termasuk dalam proses verifikasi sebelum publikasi.

Kekecewaan atas Penundaan Silaturahmi dengan Danrem  

Diskusi yang diinisiasi “Ali Amran Piliang’, Pemimpin Redaksi Burkas.id, ini mengemuka setelah rencana ‘Coffee Morning’ antara wartawan dengan “Danrem 031/Wira Bima, Brigjen TNI Sugiyono’, tertunda dua bulan. Amran mengakui kekecewaan rekan-rekannya.

Ini momentum yang hilang. Padahal, silaturahmi bisa jadi jembatan transparansi antara TNI dan masyarakat,” ujarnya.

Wahyudi merespons dengan analogi tegas. “Jika pejabat tak mau membuka diri, wartawan harus tetap bekerja. Laporkan fakta yang ada, lalu tuntut konfirmasi tertulis sesuai UU Pers No. 40/1999. Jangan sampai kita terjebak mental ‘peminta-minta’!

Investigasi dan Reportase. Kunci Nilai Profesionalisme. Mantan pengurus ‘Dewan Pers’ ini mengingatkan bahwa kredibilitas wartawan ditentukan oleh kedalaman liputan.

“Berita seremonial instansi mungkin mendatangkan fee, tapi merusak integritas. Nilai jurnalisme sejati ada di reportase mendalam dan investigasi,” paparnya.

Ia mencontohkan, wartawan yang mengungkap kasus korupsi atau pelayanan publik justru akan dihormati karena karyanya berbasis fakta terverifikasi.

“UU Pers menjamin kebebasan, tapi KEJ mengikat kita untuk adil dan akurat. Jangan sampai nafsu klik menghancurkan etika,” imbuhnya.

Tantangan Jurnalisme Modern. Antara Kemudahan dan Kemalasan.

Wahyudi menyoroti kecenderungan wartawan modern yang mengandalkan siaran pers instansi ketimbang turun ke lapangan.

“Jika hanya jadi ‘copy-paste machine’, apa bedanya wartawan dengan robot? Keahlian wawancara, observasi, dan analisis data harus diasah,” tegasnya.

Menurutnya, minimnya minat investigasi membuat pemberitaan terasa hambar.

“Publik butuh cerita yang menginspirasi atau mengungkap kebobrokan, bukan sekadar ‘press release’, ujarnya.

Respons Peserta. Apresiasi dan Harapan

Ali Amran, mewakili peserta, mengapresiasi diskusi yang berlangsung 2,5 jam ini.

“Ini pengingat untuk kembali ke khittah jurnalisme. Kami berharap PJC bisa mengadakan pelatihan teknis, seperti investigasi dan fact-checking,” harapnya.

Sebagai penutup, Wahyudi mengutip pesan legendaris pemimpin pers Indonesia, Rosihan Anwar:

“Wartawan yang baik adalah pengkhianat bagi penguasa yang zalim, tetapi sahabat bagi rakyat yang tertindas.” 

Diskusi ini bukan sekadar curahan kekecewaan, melainkan deklarasi untuk mengembalikan marwah jurnalisme yang berani, kritis, dan berintegritas.

Tantangan ke depan, apakah wartawan Kampar siap meninggalkan zona nyaman dan menjadi penjaga demokrasi sejati? Akhirnya.

Kontributor: Arjuna Sitepu 

 

Rekomendasi Berita

Back to top button