Yayasan KPK TIPIKOR: Kejanggalan Ijazah 1968 Milik H. BISTAMAM Bupati Rohil. Tinta, kertas, dan format tidak sesuai zaman.

GAKORPAN NEWS Rokan Hilir– Bupati Rokan Hilir, Bistamam, diduga kuat tidak pernah menamatkan sekolahnya di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Dugaan ini menguat setelah beredarnya berita dari media online MimbarRiau.com dengan judul “Bupati Rohil Diduga Tak Pernah Tamat Sekolah, Muhajirin: Akan kita Telusuri” (Dini hari), terkait Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) SD dan SMP miliknya yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, yang dinilai cacat formil, serta ijazah SMEA-nya yang memiliki perbedaan nama dengan KTP. Kabarnya kepada media ini, Sabtu, (03/04/2025).
Arjuna Sitepu, Kepala Divisi Pengawasan dan Pencegahan Yayasan Dewan Perwakilan Pusat Komisi Pengawasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi, angkat bicara menanggapi kasus ini,
“Ini adalah indikasi serius penyalahgunaan wewenang dan potensi korupsi administratif. Jika terbukti ada pemalsuan dokumen atau kolusi antara pihak sekolah, dinas pendidikan, dan Bistamam, pelaku bisa dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat atau Pasal 5 UU Tipikor,” tegas Arjuna.
Ia menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini.
“Sanksi pidana tidak hanya berlaku bagi Bistamam, tetapi juga pihak sekolah dan dinas pendidikan yang terlibat jika terbukti melanggar prosedur.”
Alasan Dikeluarkannya SKPI dan Ciri Fisik Ijazah 1968
SKPI seharusnya diterbitkan hanya jika ijazah asli hilang, rusak, atau terdapat kesalahan administratif yang perlu diperbaiki. Dokumen ini wajib mencantumkan:
1. Alasan pengeluaran SKPI (misal: ijazah hilang akibat bencana atau kebakaran).
2. Nomor induk siswa dan nomor ijazah asli.
3. Tanda tangan kepala sekolah/distrik serta stempel resmi.
Namun, SKPI milik Bistamam dikritik karena tidak memuat informasi tersebut. Bentuk dan Kertas Ijazah SMEA PGRI 1968 yang seharusnya memiliki ciri-ciri khusus:
– Kertas: Menggunakan kertas buram tebal (non-watermark) karena teknologi keamanan saat itu masih terbatas.
– Tinta: Tinta cetak manual dengan warna cenderung pudar seiring waktu (tidak seperti dokumen Bistamam yang terlihat “baru”).
– Formulir: Format manual tulisan tangan atau ketik mesin, dilengkapi cap basah sekolah dan tanda tangan kepala sekolah.
Muhajirin Siringo Ringo, warga Rohil yang menyoroti kejanggalan ini, menyatakan: “SKPI Bistamam tidak mencantumkan alasan penerbitan, nomor ijazah, dan nama di SKPI berbeda dengan ijazah SMEA-nya. Ini mengindikasikan pemalsuan sistematis.”
Ia juga mempertanyakan keaslian ijazah SMEA PGRI 1968 milik Bistamam.
“Tinta dan kertas terlihat terlalu baru untuk dokumen berusia 56 tahun. SMEA PGRI Pekanbaru di era 1960-an juga tidak menggunakan format seperti ini.”
Ketua KPU Rohil, Eka Murlan, membenarkan bahwa pihaknya hanya memverifikasi fotokopi ijazah yang dilegalisir tanpa menelusuri ke sekolah asal. “Kami berpedoman pada UU No. 10 Tahun 2016 dan KPT 1229/2024,” katanya.
Sementara itu, Kadis Pendidikan Kota Pekanbaru (Jamal), Bistamam, dan Karmila Sari Yanti (anak kandung Bistamam) menolak berkomentar.
Muhajirin bersama Arjuna Sitepu berencana melaporkan kasus ini ke DKPP dan Mabes Polri.
“Jika terbukti ada pemalsuan, ini bisa dikenai sanksi pidana penjara hingga 6 tahun (Pasal 266 KUHP) atau sanksi administratif pencopotan jabatan.”
Poin Krusial.
1. Sanksi Pidana: Pelaku pemalsuan ijazah dan pihak terlibat terancam hukuman berdasarkan UU Tipikor dan KUHP.
2. Cacat Formil SKPI: Tidak ada nomor induk, alasan penerbitan, dan perbedaan nama.
3. Kejanggalan Ijazah 1968: Tinta, kertas, dan format tidak sesuai zaman.
Kasus ini berpotensi merusak integritas birokrasi dan menjadi preseden buruk bagi akuntabilitas pemimpin daerah.(Red)
Sumber: MimbarRiau.com